Header Parasali

Sekar Alit, yang biasa disebut pupuh, terikat oleh Padalingsa yang terdiri dari guru gatra, guru wilang, dan guru dingdong. Guru gatra adalah ketentuan yang mengikat jumlah baris pada setiap satu macam pupuh, guru wilang adalah ketentuan yang mengikat banyaknya jumlah suku kata pada setiap barisnya. Bila terjadi pelanggaran atas guru wilang ini maka kesalahan ini disebut ngelung. Selanjutnya guru dingdong adalah uger-uger yang mengatur jatuhnya huruf vokal pada tiap-tiap akhir suku kata. Pelanggaran atas guru dingdong ini disebut ngandang.

Jenis Sekar Alit

Adapun jenis-jenis tembang macapat (pupuh) yang terdapat di Bali dan yang masih digemari oleh masyarakat, di antaranya adalah:

  1. Pupuh Mijil

    Untuk melahirkan perasaan. Kata “Mijil” berarti lahir. Maka cocoklah bila dipergunakan untuk melahirkan suatu perasaan. Lain dari pada itu, juga untuk menguraikan suatu nasehat, serta dapat pula diubah atau digubah untuk melukiskan seseorang dimabuk asmara.

  2. Pupuh Pucung

    Untuk menguraikan suatu ceritera dongeng (mytologi).Maka cocoklah untuk menyampaikan suatu kisah (ceritra) yang mengandung falsaah agama. Karena sifat serta wataknya kendur, maka tidaklah cocok untuk dipakai melukiskan hal-hal atau perasaan yang bersifat semangat.

  3. Pupuh Maskumambang

    Kumambang juga lazim disebut Maskumambang. Wataknya sedih, merana.Patut untuk melukiskan rasa sedih serta hati yang merana.Kumambang kata dasarnya (lingga basa) “kambang” yang berarti menerawang.

  4. Pupuh Ginada

    Melukiskan hati kecewa. Ginada asal katanya (lingga basa) “gada” mendapat inpix “in” menjadi “ginada” yang berarti terpukul dan akhirnya tertimpa oleh kekecewaan yang dalam.

  5. Pupuh Ginanti

    Wataknya mencerminkan rasa kasih sayang atau rasa cinta. Bermanfaat juga untuk menguraikan suatu filsafat, atau ceritra yang bernuansa asmara, atau situasi di mabuk cinta.

  6. Pupuh Semarandana

    Semarandana ada pula orang menyebutkan Semaradahana atau Asmaradahana (api asmara) atau Semaranala. Maka sangat cocok untuk melukiskan hati dalam keadaan mabuk asmara.

  7. Pupuh Sinom

    Wataknya ramah tamah, sedap atau nyaman. Kata “Sinom” adalah singkatan dari “Sinuam” yang artinya “pucuk” (Bahasa Bali = ke dapan ) yakni daun yang masih sangat muda tumbuh- tumbuhan, yang sedap dipandang mata, serta enak bila dinikmati setelah dijadikan sayur. Pupuh ini cocok bila dipakai menyampaikan suatu amanat, nasihat atau percakapan secara bersahabat atau bersifat kekeluargaan.

  8. Pupuh Durma

    Wataknya keras, beringas, sadis, marah atau berang.Patutlah bila dipakai melukiskan perasaan keras, beringas, kejam atau sadis.Pupuh Durma pada umumnya dipakai melukiskan situasi peperangan atau kekacauan.

  9. Pupuh Pangkur

    Wataknya perasaan hati memuncak.Cocok untuk melukiskan cerita yang mengandung maksud kesungguhan.Jika itu berupa petuah atau nasihat, isinya bersungguh-sungguh. Apabila seseorang terkena asmara, lukisan hatinya memuncak.

  10. Pupuh Dandang Gula

    Wataknya halus, luwes atau lemas.Oleh karena itu biasa dilukiskan untuk berkasih-kasihan, atau dipakai menyudahi atau menutup suatu cerita.

Skema Guru Wilangan dan Guru Suara

NoNama PupuhJumlah BarisJumlah Baris Satu Bait dan Kaidah Padalingsa
123456789101112
Tidak ada data
Tut Wuri HandayaniBalaiDuta Bahasa Bali

Jalan Trengguli I No. 34 Tembau Denpasar – 80238

Telp. : (0361) 461714 / Faximilie : (0361) 463656

Senin - Jumat 07.30 - 16.00 Wita | Sabtu & Minggu Tutup

balaibahasa.bali@kemdikbud.go.id

Kunjungi Kami !

© 2024 | Balai Bahasa Provinsi Bali